Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2018

Tenis dan Kerudung

Gambar
(Sengaja) liat cocard di atas ngegantung di deket kaca bikin pikiran riuh ke tahun 2016. Bisa dibilang the best achievement  selama menggeluti tenis lapangan. Padahal biasa aja. Jadi, mari kita lempar balik. Kenapa aku bisa bilang pencapaian terbaik? Karena selama main tenis dari kelas 4 atau 5 SD, lupa, aku sama sekali nggak pernah jadi juara 1 waktu Pekan Olahraga Daerah (POPDA) yang tingkat Kabupaten. Lol. Tapi emang beneran. Kalaupun juara 2, itu gegara yang pada udah jago nggak ikut lombanya.     Februari 2016 adalah tahun POPDA terakhir karena ada aturan kalo kelas 12 udah nggak boleh ikut. Yap, kelas 11 waktu itu.  Kebiasaan dari SD-SMA, kalo POPDA pasti ketemunya itu-itu aja. Sebut saja Siwi dan Jeje. Lucunya, kita bertiga itu latihannya di tempat yang sama. Jadi, kita semua adalah kawan juga lawan. Tapi, lawannya cuma di dalem lapangan. Di luar itu kita kawan sedari piyik bersama. Singkat cerita, semifinal aku ketemu Siwi. Skor aku vs Siwi itu 8-7 kalau nggak salah. Ti

Perempuan

Untuk aku sendiri dan teman-teman perempuan yang kadang merasa tidak sama dengan perempuan lain ; Di antara waktu yang kita miliki, pasti kita pernah menghakimi diri sendiri. Menyesali hal-hal yang sebenarnya tidak perlu disesali. Menuhankan diri seolah-olah kita yang paling tahu. Padahal Allah sudah menciptakan segalanya matang-matang, pas, tidak kurang dan tidak lebih.  Terlalu sibuk mencari 1 hal yang hilang di antara banyak hal yang telah kita miliki. Di antara waktu yang kita miliki, pasti kita pernah merasa tidak sama dengan teman perempuan yang dengan mudah menyebut satu nama laki-laki. Kita hanya bisa mendengarkan keluh kesah mereka, tanpa bisa membalas cerita yang sama. Tidak ada lawan jenis yang setiap harinya muncul di notifikasi ponsel pintar kita. Merasa payah karena tidak memiliki pengalaman sama sekali seperti muda-mudi yang saling mengikat janji. Kenapa harus bersedih? Padahal Allah hanya ingin menjaga hati kita. Allah melindungi kita dari perasaan-perasaan yang

Menjadi Mahasiswi

Menuju semester 3 menyandang predikat mahasiswi. Aku tetep gini-gini aja. Nggak banyak berubah dari SMA. Tetap selengekan , masih dicintai sinar matahari (baca: gelap), dan nggak suka mekap. Kecuali, gincu yang ku pake; makeover creamy lust lipstick yang twilight buff nomor 8.  Walaupun masih banyak teman-teman mahasiswi yang punya ideologi macam diriku ini; bahwa make up itu belum menjadi suatu kebutuhan hidup. Tapi, sebagai perempuan aku punya ketakutan kalau-kalau tetep nggak bisa dandan.  Dan lebih takut kalau nggak ada ketertarikan buat tau tentang make up. Tapi kayaknya, udah bawaan dari kecil. Disaat anak-anak cewek seumurku dulu milih main masak-masakan sama temen cewek lainnya, aku lebih milih main sama cowok-cowok. Ke sawah cari Belut, ke kebon cari Singkong, naik pohon nyolong buah Mangga, main petasan cabe, atau pas  lagi puasa ikut teriak-teriak bangunin orang sahur. That's why kayaknya kenapa aku masih belum becus jadi perempuan. Disaat (mungkin) teman-teman